REKAYASA
PROSES BISNIS
ANALISA
PROSES BISNIS DENGAN PENDEKATAN
VALUE STREAM MAPPING
(STUDI
KASUS PADA PT. SO GOOD FOOD SIDORAJO)
Endang Hidayat (123010075)
Program
Studi Teknik Industri, Universitas Pasundan Bandung
Jl.
Dr. Setiabudhi No. 193, Bandung
ABSTRAK
Perkembangan industri makanan
meningkatkan persaingan. Persaingan yang ketat menyebabkan perusahaan harus
dapat meningkatkan nilai efisiensi industri. Analisis ini bertujuan untuk
mendeskripsikan proses bisnis pada PT. So Good Food, Sidoarjo dengan pendekatan
value stream mapping sekaligus mengidentifikasi pemborosan produksi. Proses
bisnis yang dianalisis hanya dilakukan pada divisi Ready to Eat (RTE). Analisis
yang dilakukan menggunakan metode campuran dengan mengumpulan data melalui pengumpulan
data, wawancara dan time study. Penentuan informan menggunakan metode purposive
sampling. Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa proses bisnis berfokus
pada produksi dan pengontrolan kualitas pada dua varian sosis siap makan.
Ditemukan empat sumber utama pemborosan, yaitu: produk cacat (pecah cooking,
second choice, dan inedible meat), waiting people, WIP queues, dan
overproduction. Berdasarkan hasil desain value stream mapping diperoleh
pengurangan lead time dan perubahan jadwal pengiriman barang untuk membuat
proses produksi menjadi lebih efisien.
Kata Kunci :Industri Makanan,
Pemborosan, Proses Bisnis, Value Stream Mapping
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Perkembangan
industri makanan yang meningkat menimbulkan persaingan yang ketat. Akibatnya,
perusahaan menekan biaya produksi dengan efisiensi. Efisiensi dilakukan dengan
mengurangi pemborosan yang tidak mempunyai nilai tambah. Salah satu cara untuk
mewujudkan hal ini adalah dengan mengaplikasikan lean manufacturing. Dalam penganalisisan ini dilakukan suatu studi
kasus pada suatu perusahaan produsen sosis siap makan PT.So Good Food, Wonoayu, Sidoarjo.
Penelitian
dilakukan dengan menggunakan pendekatan value stream mapping untuk memetakan
aliran nilai dan mengidentifikasi letak terjadinya pemborosan. Penelitian ini
menerapkan value stream analysis untuk memetakan proses bisnis dengan tiga
fokus utama, yaitu: merancang current value stream map, mengidentifikasi
sumber-sumber pemborosan selama proses bisnis, dan merancang future value
stream map.
Dalam
menganalisa value stream, ada
beberapa tahapan yang harus dilalui yaitu: pengklasifikasian product families, analisa permintaan
konsumen, value stream mapping, dan potential for improvement (Erlach,
2013).
Membuat
value stream map untuk setiap produk akan menjadi suatu hal yang rumit, oleh
karena itu, sebelum menganalisa value stream produk perlu dikelompokkan dalam
suatu product family. Pengelompokan ini ditujukan untuk seluruh produk yang
diproduksi dan diklasifikasikan kedalam beberapa grup dimana masing-masing grup
memiliki kesamaan dalam proses. Pengelompokan ini dapat dilakukan melalui
product family matrix. (Erlach, 2013)
Womack
dan Jones (2006) mendefinisikan value
stream mapping sebagai suatu proses pemetaan secara visual aliran informasi
dan material yang bertujuan untuk menyiapkan metode dan performa yang lebih
baik, mengidentifikasi letak pemborosan, dan menentukan nilai tambah.
1.2
Identifikasi
Permasalahan
Tahap
identifikasi ini adalah untuk membentuk dan memahami permasalahan yang
berorientasi pada proses produksi. Hasil yang ingin dicapai adalah berupa
ukuran sukses aktivitas yang dapat memberikan nilai tambah, peta proses,
memilih proses yang akan diperbaiki dan lain sebagainya. Permasalahan yang
perlu diidentiifkasi secara lengkap dalam tahap ini adalah sebagai berikut :
1.
Apa
yang menjadi dasar harus dilakukannya proses bisnis pada PT. So Good Food Sidoarjo?
2.
Metode
pendekatan apa saja yang digunakan untuk mengidentifikasi masalah?
3.
Upaya
apa yang dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan masalahatau pemborosan yang
muncul di perusahaan?
1.3
Tujuan
Tujuan
yang ingin dicapai dalam pembuatan laporan ini adalah :
1.
Untuk
mengetahui dan mendeskripsikan dasar dilakukannya proses bisnis pada PT.So Good Food Sidorarjo.
2.
Untuk
menentukan metode pendekatan yang tepat untuk digunakan dalam
mengidentifikasi masalah yang ada dalam
perusahaan.
3.
Untuk
mengetahui upaya apa yang tepat dilakukan dalam menghilangkan masalah atau pemborosan yang muncul di perusahaan.
1.4
Manfaat
Manfaat
pembuatan laporan ini meliputi :
1.
Perusahaan
dapat mengetahui aktifitas yang memberikan nilai tambah dan aktifitas yang
tidak memberikan nilai tambah pada proses produksi di PT. So Good Food Sidoarjo.
2.
Untuk
mengurangi wastedengan menghilangkan
aktifitas yang tidak produktif dan karyawan yang melakukannya.
BAB
2. DESKRIPSI PROSES BISNIS EKSISTING
2.1
Deskripsi
dan Pemetaan Proses Bisnis Aktual (CurrentState)
Terdapat beberapa bagian penting dalam
membuat current value stream map, yaitu
data konsumen, data pemasok, dan proses bisnis. Konsumen PT.So Good Food Wonoayu adalah JAPFA Group sebagai penerima produk
tunggal sosis siap makan. Pengiriman produk dilakukan setiap hari dengan cara
pengambilan seluruh produk So Nice
yang sudah diproduksi yang disimpan dalam gudang oleh konsumen setiap pukul
07.00-08.00 WIB.
Sedangkan pemasok bahan baku terbagi
menjadi tiga pemasok utama, yaitu PT SGF (RPA) sebagai pemasok BBD, PT XYZ
sebagai pemasok BBT, PT ABC sebagai pemasok material kemasan. PT SGF (RPA)
melakukan pengiriman setiap hari sesuai dengan kebutuhan produksi, sedangkan PT
ABC dan XYZ melakukan pengiriman satu bulan sekali sesuai dengan estimasi
permintaan bulanan yang diberikan oleh production
control. Seluruh BBT dan material kemasan kemudian disimpan dalam inventori
perusahaan selama 28 hari atau sampai terdapat pemesanan bahan baku yang
berikutnya.
Proses bisnis dipimpin langsung oleh
seorang supervisor produksi RTE
dibantu dengan sepuluh orang QC (Quality Control). Sepuluh tahapan yang
sudah dijelaskan pada bagian 4.6 dilakukan secara terus menerus tanpa henti
selama jam kerja berlangsung. Bagian QC hanya
memeriksa produk di beberapa tahapan saja, seperti pada tahapan persiapan bahan
baku, sortir I, sortir II, dan packing.
Secara keseluruhan processing lead time memakan waktu 28 hari untuk total penyimpanan
inventori BBT dan material kemasan dan 27.139 detik (setara dengan 7,539 jam)
untuk memproses produk mulai dari bahan baku sampai menjadi barang jadi yang
sudah diap dikirim kepada konsumen.
Adapun gambaran kondisi eksisting di PT.
So Good Foof berupa current value stream map yang
disimpulkan dari data yang sudah dipaparkan diatas dapat dilihat pada Lampiran
1.
2.2
Identifikasi
Aktivitas Nilai Tambah
Merupakan
waktu yang dapat memberikan nilai tambah bagi konsumen selama proses
berlangsung. Adapun value added time untuk setiap proses adalah sebagai
berikut:
a.
Persiapan
Bahan Baku : 3.580 detik
b.
Tempering
and Grinding : 2.039 detik
c.
Mixing
:
1.800 detik
d.
Hopping
and Metal Detector : 300 detik
e.
Filler
: 1.938 detik
f.
Sortir
I :
996 detik
g.
Retort
: 3.478 detik
h.
Washing
and Drying :
2.836 detik
i.
Sortir
II : 5.128 detik
j.
Packaging
:
2.475 detik
TOTAL :
24.570 detik
= 6,825 jam
Analisa
proses bisnis dalam rangka rekayasa proses bisni pada intinya adalah bertujuan
dan berlandaskan pada konsep untuk memberikan nilai tambah pada pelanggan kita
lebih dari apa yang dapat diberikan oleh pesaing melalui suatu perbaikan yang
radikal terhadap kemampuan yang telah kita miliki dan menciptakan kemampuan
baru yang bersifat distinctive.
Terdapat
tiga tahap untuk melakukan rekayasa proses bisnis, yaitu :
1.
Identifikasi
Value Chain
Pada
tahap ini dilakukan identifikasi kegiatan-kegiatan pada setiap fungsi
perusahaan yang harus dikakukan oleh perusahaan dalam menjalankan proses
bisnisnya. Kegiatan-kegiatan ini merupakan rangkaian kegiatan yang secara
bersama akan membentuk suatu kombinasi proses yang dapat memberikan nilai tambah bagi proses bisnis perusahaan.
Besar kecilnya nilai tambah yang diberikan oleh suatu kegiatan pada proses
bisnis perusahaan sangatlah bersifat spesifik untuk perusahaan tertentu dan
untuk industry tertentu yang sangat tergantung faktor internal perusahaan
antara lain strategi bisnis, sumber daya, dan fasilitas produksi yang dimiliki
dan visi dari pemimpinnya, serta faktor eksternal antara lain kondisi
kompetisi, kondisi indutri, peraturan pemerintah, dan faktor sosial ekonominya.
2.
Tahap
analisa setiap kegiatan dalam proses bisnis
Analisa
terhadap setiap kegiatan dalam proses bisnis perusahaan dilakukan untuk
mengdentifikasi dampak setiap kegiatan dalam menciptakan atau menambah bisnis
perusahaan. Dalam tahap analisa dalam proses bisnis ini juga dilakukan
identifikasi peluang-peluang untuk melakukan perbaikan dan perancangan ulang
proses bisnis agar proses bisnis lebih efisien.
3.
Tahap
Perancangan Proses Bisnis yang Baru
Perancangan
proses bisnis yang baru dengan memanfaatkan teknologi informasi dalam menambah
nilai proses bisnis perusahaan hasil rancangan baru proses bisnis kemudian
diimplementasikan dan dilakukan review.
2.3
Identifikasi
Pemborosan (Waste)
Terdapat beberapa sumber pemborosan yang
terjadi pada proses produksi pembuatan sosis siap makan di PT So Good Food
Wonoayu, yaitu:
1.
Defects
in Product (Produk Cacat)
Produk
cacat terbagi atas dua bagian besar, yaitu produk cacat yang masih bisa
diproses ulang (rework) dan produk cacat yang tidak dapat di rework. Produk
yang dapat di rework adalah produk second choice dan sisa pasta, sedangkan
produk yang tidak dapat diproses ulang adalah produk pecah cooking dan inedible
meat.Dalam kasus ini, produk cacat yang tidak dapat dikerjakan ulang harus
mendapat porsi perhatian yang lebih karena dapat merugikan perusahaan. Bukan
hanya merugikan dengan membuat biaya lebih besar saja, tetapi juga dalam
penyimpanan sisa limbah sampingan yang dihasilkannya, seperti tambahan plastik,
PVDC, dan material kemasan lain yang akhirnya tidak dapat dipakai lagi.
2.
Waiting
People (Menunggu)
Dari
hasil pengamatan, terdapat satu orang operator yang melakukan pekerjaan dengan
tidak efisien, yaitu operator mesin retort manual. Hal ini dapat diidentifikasi
dari banyaknya waktu yang terbuang karena operator menganggur. Setiap satu kali
proses memasak operator hanya menyediakan waktu sekitar sepuluh menit untuk
memeriksa tekanan pada mesin. Padahal, satu kali proses memasak membutuhkan
waktu 45 menit. Berarti dapat disimpulkan ada sisa waktu 35 menit yang tidak
digunakan dengan maksimal.
3.
Unnecessary
Inventory/Work in Progress (WIP) Queues (Persediaan yang Tidak Perlu)
Dari
hasil pengamatan, tidak terlihat ada persediaan yang tidak perlu. Hal ini dapat
dilihat dari proses pengambilan bahan baku yang sudah terorganisir dengan baik.
Pada pelaksanaannya, setiap permintaan bahan baku, baik itu bahan baku daging
dan bahan baku tambahan harus menggunakan suatu formulir permintaan barang dari
lantai produksi kepada gudang. Seluruh permintaan hanya dapat dilakukan apabila
ada perencanaan produksi dan akan langsung disesuaikan dengan output yang
dijadwalkan. Penjadwalan output dapat dilihat pada papan pengumuman produksi
sehingga tidak ada persediaan yang berlebihan di lantai produksi.
Namun,
masih ada persediaan kemasan yang berlebihan pada area pengemasan. Hal ini
disebebkan karena produksi tidak dapat memperkirakan berapa banyak jumlah hasil
produksi dalam satu siklus sehingga jumlah kemasan yang dipersiapkan menjadi
berlebih. Akibatnya, area pengemasan menjadi penuh oleh toples dan kardus untuk
mengemas produk.
Terdapat
WIP yang ditumpuk dan belum dapat dikerjakan di bagian tertentu, seperti produk
cacat dan hasil produksi sebelum dimasukkan ke dalam mesin retort. Produk cacat
perlu menunggu karena harus dikupas ulang supaya dapat dilakukan proses rework.
Proses pengerjaan ulang ini dilakukan dengan tenaga manusia. Oleh karena itu,
masih terjadi penumpukan produk cacat yang diletakkan dalam beberapa krat untuk
diproses ulang.
Sedangkan
WIP yang dikumpulkan sebelum memasuki proses retort terjadi karena adanya
bottleneck diantara kedua proses ini. Proses retort memakan waktu 45 menit-51
menit, sedangkan proses penumpukan produk (stacking) pada tray membutuhkan
waktu singkat. Jadi, WIP harus menunggu proses memasak sebelumnya selesai
sebelum dapat melanjutkan ke proses berikutnya. Hal ini menyebabkanbanyak tray
yang mengantri di area antara area stacking dan mesin retort.
WIP
lain yang harus mengantri sebelum dapat diproses terjadi antara area retort dan
pencucian. Diantara kedua area ini terjadi penumpukan WIP sehingga ada banyak
trolley yang tidak dapat segera diproses. Berdasarkan hasil pengamatan,
terdapat 4-8 trolley setiap proses memasak yang harus menunggu sebelum dapat
dicuci. Hal ini terjadi karena ada bottleneck antara proses retort dan
pencucian. Apabila terjadi penumpukan lebih dari 8 trolley maka dengan terpaksa
proses produksi harus dihentikan sementara (hold). Penghentian produksi dapat
membuat kelancaran produksi terganggu dan membuat mesin dan operator yang
berada pada area produksi lain menganggur.
4.
Unappropriate
Processing (Proses yang Tidak Tepat)
Tidak
ada proses yang tidak memberikan nilai tambah pada konsumen dalam pembuatan
sosis siap makan ini. Seluruh proses memiliki tujuan dan nilai tambah bagi konsumen.
Seluruh tahapan dalam produksi dibutuhkan untuk membuat sosis siap makan supaya
dapat melampaui standar kesehatan pangan. Tidak ada proses yang memberikan
fitur tambahan yang tidak dibutuhkan konsumen.
5.
Unnecessary
Motion (Gerakan yang Tidak Perlu)
Tidak
ditemukan gerakan operator yang tidak perlu. Hanya ada operator mesin retort
manual yang kurang maksimal pekerjaannya karena memang hanya bertugas untuk
mengecek keadaan mesin setiap 5 menit satu kali. Jadi dalam satu kali proses
retort operator hanya bekerja secara maksimal selama 10 menit dari 45 menit
total proses.
Letak
mesin didesain dengan baik sehingga tidak ditemukan letak mesin yang berjauhan.
Seluruh mesin terhubung dengan pipa dan conveyor belt sehingga tidak terputus
hubungannya antara satu mesin dengan mesin lainnya.
6.
Excessive
Transport of Parts (Transportasi Komponen yang Berlebihan)
Seluruh
komponen yang dibutuhkan diletakkan dengan baik dan tidak jauh dari proses
produksi. Gudang diletakkan disebelah area produksi sehingga memudahkan pekerja
untuk mengambil kebutuhan-kebutuhan produksi. Seluruh material seperti bahan
baku daging, bahan baku tambahan, dan materialkemasan dipisahkan dan diletakkan
berdekatan dengan area yang membutuhkan.
7.
Overproduction
(Kelebihan Produksi)
Target
produksi yang ditetapkan adalah 10.000 karton/hari. Namun, jumlah produksi
selalu melebihi target, yaitu sebanyak 10.500 - 11.500 karton. Seluruh hasil
produksi disimpan di dalam gudang dengan suhu ruang selama satu hari kemudian
diambil keesokan harinya setiap jam 07.00-08.00 WIB oleh pusat.
Jumlah
rata-rata produksi selama bulan November 2014 sebesar 101,734%. Standar yang
ditetapkan perusahaan adalah 99,30% output produksi dari total input bahan baku
yang masuk. Jadi, dapat disimpulkan bahwa rata-
BAB
3. PERANCANGAN PROSES BISNIS USULAN
3.1
Pemetaan
Proses Bisnis Usulan (futurestate)
Dalam
future value stream map, terdapat
beberapa hal yang diubah untuk membuat proses produksi menjadi lebih efisien,
yaitu:
1.
Memberikan pekerjaan
ganda bagi operator mesin retort manual untuk membantu proses pencucian supaya
trolley tidak mengantri dan pekerjaan yang dilakukan menjadi lebih efisien
yaitu dengan mengurangi waktu lead time
sebesar 5 menit.
2.
Mengurangi persediaan
BBT dan material kemasan dengan cara melakukan pengiriman secara mingguan untuk
mengurangi processing lead time
sebesar 22 hari dari 28 hari menjadi 6 hari.
3.
Mengganti kemasan inti
dengan PVDC Krehalon untuk mengurangi
produk cacat pecah cooking sebesar
0,35% dari 0,67% menjadi 0,32%.
4.
Menambah dua plat
bidang miring pada conveyor belt process
stacking untuk mengurangi produk cacat second
choice sebesar 0,25% dari 0,54% menjadi 0,29%.
Memberi krat
pada setiap sisi conveyor belt untuk
mengurangi produk cacat inedible meat
sebesar 0,03% dari 0,07% menjadi 0,04%.
3.2
Metode
Pendekatan Rekayasa Proses Bisnis
BAB
4. ANALISIS MODEL
Studi
lean manufacturing dengan pendekatan value stream mapping untuk meningkatkan
efisiensi banyak digunakan dalam industri otomotif. Namun seiring berjalannya
waktu, penelitian penggunaan value stream
mapping di berbagai bidang industri lain mulai bermunculan. Sebagai contoh,
pada penelitian yang dilakukan oleh Gill (2012), penerapan lean manufacturing pada UGD berhasil menghilangkan pemborosan
terutama proses menunggu yang terlalu lama pada proses bisnisnya. Hal ini dapat
dilakukan dengan perbaikan intrinsik dan ekstrinsik. Perbaikan diterapkan
kepada seluruh lapisan organisasi dan direncanakan degan baik. Begitu pula yang
terjadi pada penelitian oleh Chen dan Bo (2010) pada perusahaan-perusahaan yang
berada di China. Perusahaan-perusahaan di China yang menggunakan pendekatan value stream mapping berhasil mengurangi
ketujuh pemborosan.
Selain
itu, keberhasilan penerapan desain value
stream mapping juga dibuktikan pada perusahaan pemanas air listrik dan
roti. Pada perusahaan pemanas air listrik, future
value stream map berhasil digunakan untuk menambah potensial perbaikan pada
perusahaan (Turkyilmaz, Gorener, dan Baser, 2013). Perbaikan dilakukan dengan
mengeliminasi proses bisnis yang tidak memberikan nilai tambah bagi produk.
Hasilnya, lead time dapat berkurang
dan kapasitas penggunaan operator menjadi lebih efisien. Sedangkan pada
perusahaan roti, desain future value
streammap juga dapat meningkatkan throughput
produksi dan mengeliminasi pemborosan (Goriwondo, 2011).
Pemborosan
yang terjadi pada perusahaan roti di Zimbabwe ini, serupa dengan pemborosan
yang ada di PT.So Good Food Wonoayu,
yaitu produk cacat dan inventori yang berlebihan. Kedua pemborosan ini
diperbaiki dengan mengurangi proses bottleneck
dan membuat produksi menjadi proses yang kontinyu supaya tidak ada inventori
barang setengah jadi. Pendekatan perbaikan ini juga dipakai dalam penelitian
yang dilakukan penulis untuk mengurangi pemborosan yang serupa. Hasilnya, processing lead time dapat berkurang
sebanyak 22 hari dan lead time dapat
berkurang sebanyak 5 menit untuk setiap satu shift produksi.
Dari
seluruh penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa
penggunaan lean manufacturing dengan
pendekatan value stream mapping dalam
proses bisnis dapat menurunkan tingkat pemborosan yang termasuk kedalam tujuh
jenis pemborosan, meningkatkan aktivitas produksi dalam rangka untuk menambah
nilai di mata konsumen, serta memperbaiki sistem produksi dan kinerja operator.
Pada penelitian terdahulu sudah dibuktikan bahwa lean manufacturing dengan pendekatan value stream mapping dapat berhasil dilakukan di berbagai bidang
bisnis, seperti bidang otomotif, kesehatan, dan makanan. Jadi, perancangan value stream mapping pada produksi sosis
siap makanmemiliki relevansi yang tinggi dengan peningkatan efisiensi produksi
di PT.So Good Food Wonoayu.
BAB 5.KESIMPULAN
Dari
hasil analisis menggunakan pendekatan value
stream mapping, dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu:
1.
Proses
bisnis yang dilakukan PT.So Good Food
Wonoayu berfokus hanya pada produksi dan pengontrolan kualitas. Proses produksi
dalam pembuatan sosis terbagi menjadi sepuluh tahapan utama, yaitu persiapan
bahan baku, penggilingan (grinding),
pencampuran (mixing), deteksi metal
dan penampungan (metal detector and
hopping), filler, sortir I, retort, pencucian dan pengeringan (washing and drying), sortir II, serta
pengemasaan (packaging). Sedangkan
pengontrolan kualitas dilakukan pada beberapa tahap produksi saja, yaitu
pemeriksaan bahan baku, sortir I, sortir II dan packaging.
2.
Terdapat
dua varian sosis So Nice yang
diproduksi oleh PT.So Good Food
Wonoayu yaitu So Nice ayam dan So Nicesapi. Kedua varian ini melalui
tahapan proses yang sama sehingga dapat dikategorikan kedalam product family yang sama.
3.
Terdapat
empat sumber utama pemborosan dalam proses produksi sosis siap makan di PT.So Good Food Wonoayu, yaitu produk cacat
(pecah cooking, second choice, inedible meat,
dan sisa pasta), waiting people, WIP queues,
dan overproduction. Dari keempat sumber pemborosan ini, hanya pemborosan overproduction yang sudah ditangani
dengan baik.
4.
Berdasarkan
hasil pemetaan menggunakan current value
stream mapping dan future value
stream mapping, ditemukan bahwa:
a.
Terjadi
pengurangan processing lead time.
b.
Terjadi
pengurangan lead time.
c.
Terjadi
perubahan waktu pengiriman bahan baku tambahan oleh PT. XYZ dari bulanan
menjadi mingguan.Terjadi perubahan pengiriman material kemasan oleh PT. ABC
dari bulanan menjadi mingguan.
DAFTAR
PUSTAKA
Kukuh, Aurelia. 2015.
Analisa Proses Bisnis Dengan Pendekatan Value Stream Mapping: Studi Kasus Pada Pt So Good Food.Surabaya. http://studentjournal.petra.ac.id
LAMPIRAN
Rancangan Design Konveyor untuk mengurangi sosis rusak karena jatuh / bengkok |
terimakasih.........
ReplyDeleteMy blog
Sama-sama
DeleteMerkur 37C Safety Razor Review – Merkur 37C
ReplyDeleteThe Merkur https://deccasino.com/review/merit-casino/ 37c is an excellent short handled 바카라 사이트 DE safety razor. herzamanindir.com/ It is more kadangpintar suitable for both heavy and non-slip hands and is therefore https://jancasino.com/review/merit-casino/ a great option for experienced