Saturday 12 September 2015

REKAYASA PROSES BISNIS ANALISA PROSES BISNIS DENGAN PENDEKATAN VALUE STREAM MAPPING (STUDI KASUS PADA PT. SO GOOD FOOD SIDORAJO)

REKAYASA PROSES BISNIS
ANALISA PROSES BISNIS DENGAN PENDEKATAN
VALUE STREAM MAPPING
(STUDI KASUS PADA PT. SO GOOD FOOD SIDORAJO)

Endang Hidayat (123010075)
Program Studi Teknik Industri, Universitas Pasundan Bandung
Jl. Dr. Setiabudhi No. 193, Bandung


ABSTRAK

Perkembangan industri makanan meningkatkan persaingan. Persaingan yang ketat menyebabkan perusahaan harus dapat meningkatkan nilai efisiensi industri. Analisis ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses bisnis pada PT. So Good Food, Sidoarjo dengan pendekatan value stream mapping sekaligus mengidentifikasi pemborosan produksi. Proses bisnis yang dianalisis hanya dilakukan pada divisi Ready to Eat (RTE). Analisis yang dilakukan menggunakan metode campuran dengan mengumpulan data melalui pengumpulan data, wawancara dan time study. Penentuan informan menggunakan metode purposive sampling. Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa proses bisnis berfokus pada produksi dan pengontrolan kualitas pada dua varian sosis siap makan. Ditemukan empat sumber utama pemborosan, yaitu: produk cacat (pecah cooking, second choice, dan inedible meat), waiting people, WIP queues, dan overproduction. Berdasarkan hasil desain value stream mapping diperoleh pengurangan lead time dan perubahan jadwal pengiriman barang untuk membuat proses produksi menjadi lebih efisien.

Kata Kunci :Industri Makanan, Pemborosan, Proses Bisnis, Value Stream Mapping




BAB 1. PENDAHULUAN
1.1        Latar Belakang
Perkembangan industri makanan yang meningkat menimbulkan persaingan yang ketat. Akibatnya, perusahaan menekan biaya produksi dengan efisiensi. Efisiensi dilakukan dengan mengurangi pemborosan yang tidak mempunyai nilai tambah. Salah satu cara untuk mewujudkan hal ini adalah dengan mengaplikasikan lean manufacturing. Dalam penganalisisan ini dilakukan suatu studi kasus pada suatu perusahaan produsen sosis siap makan PT.So Good Food, Wonoayu, Sidoarjo.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan value stream mapping untuk memetakan aliran nilai dan mengidentifikasi letak terjadinya pemborosan. Penelitian ini menerapkan value stream analysis untuk memetakan proses bisnis dengan tiga fokus utama, yaitu: merancang current value stream map, mengidentifikasi sumber-sumber pemborosan selama proses bisnis, dan merancang future value stream map.
Dalam menganalisa value stream, ada beberapa tahapan yang harus dilalui yaitu: pengklasifikasian product families, analisa permintaan konsumen, value stream mapping, dan potential for improvement (Erlach, 2013).
Membuat value stream map untuk setiap produk akan menjadi suatu hal yang rumit, oleh karena itu, sebelum menganalisa value stream produk perlu dikelompokkan dalam suatu product family. Pengelompokan ini ditujukan untuk seluruh produk yang diproduksi dan diklasifikasikan kedalam beberapa grup dimana masing-masing grup memiliki kesamaan dalam proses. Pengelompokan ini dapat dilakukan melalui product family matrix. (Erlach, 2013)
Womack dan Jones (2006) mendefinisikan value stream mapping sebagai suatu proses pemetaan secara visual aliran informasi dan material yang bertujuan untuk menyiapkan metode dan performa yang lebih baik, mengidentifikasi letak pemborosan, dan menentukan nilai tambah.

1.2        Identifikasi Permasalahan
Tahap identifikasi ini adalah untuk membentuk dan memahami permasalahan yang berorientasi pada proses produksi. Hasil yang ingin dicapai adalah berupa ukuran sukses aktivitas yang dapat memberikan nilai tambah, peta proses, memilih proses yang akan diperbaiki dan lain sebagainya. Permasalahan yang perlu diidentiifkasi secara lengkap dalam tahap ini adalah sebagai berikut :
1.             Apa yang menjadi dasar harus dilakukannya proses bisnis pada PT. So Good Food Sidoarjo?
2.             Metode pendekatan apa saja yang digunakan untuk mengidentifikasi masalah?
3.             Upaya apa yang dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan masalahatau pemborosan yang muncul di perusahaan?

1.3        Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan laporan ini adalah :
1.             Untuk mengetahui dan mendeskripsikan dasar dilakukannya proses bisnis pada PT.So Good Food Sidorarjo.
2.             Untuk menentukan metode pendekatan yang tepat untuk digunakan dalam mengidentifikasi  masalah yang ada dalam perusahaan.
3.             Untuk mengetahui upaya apa yang tepat dilakukan dalam menghilangkan masalah  atau pemborosan yang muncul di perusahaan.

1.4        Manfaat
Manfaat pembuatan laporan ini meliputi :
1.             Perusahaan dapat mengetahui aktifitas yang memberikan nilai tambah dan aktifitas yang tidak memberikan nilai tambah pada proses produksi di PT. So Good Food Sidoarjo.
2.             Untuk mengurangi wastedengan menghilangkan aktifitas yang tidak produktif dan karyawan yang melakukannya.


BAB 2. DESKRIPSI PROSES BISNIS EKSISTING
2.1        Deskripsi dan Pemetaan Proses Bisnis Aktual (CurrentState)
Terdapat beberapa bagian penting dalam membuat current value stream map, yaitu data konsumen, data pemasok, dan proses bisnis. Konsumen PT.So Good Food Wonoayu adalah JAPFA Group sebagai penerima produk tunggal sosis siap makan. Pengiriman produk dilakukan setiap hari dengan cara pengambilan seluruh produk So Nice yang sudah diproduksi yang disimpan dalam gudang oleh konsumen setiap pukul 07.00-08.00 WIB.
Sedangkan pemasok bahan baku terbagi menjadi tiga pemasok utama, yaitu PT SGF (RPA) sebagai pemasok BBD, PT XYZ sebagai pemasok BBT, PT ABC sebagai pemasok material kemasan. PT SGF (RPA) melakukan pengiriman setiap hari sesuai dengan kebutuhan produksi, sedangkan PT ABC dan XYZ melakukan pengiriman satu bulan sekali sesuai dengan estimasi permintaan bulanan yang diberikan oleh production control. Seluruh BBT dan material kemasan kemudian disimpan dalam inventori perusahaan selama 28 hari atau sampai terdapat pemesanan bahan baku yang berikutnya.
Proses bisnis dipimpin langsung oleh seorang supervisor produksi RTE dibantu dengan sepuluh orang QC (Quality Control). Sepuluh tahapan yang sudah dijelaskan pada bagian 4.6 dilakukan secara terus menerus tanpa henti selama jam kerja berlangsung. Bagian QC hanya memeriksa produk di beberapa tahapan saja, seperti pada tahapan persiapan bahan baku, sortir I, sortir II, dan packing.
Secara keseluruhan processing lead time memakan waktu 28 hari untuk total penyimpanan inventori BBT dan material kemasan dan 27.139 detik (setara dengan 7,539 jam) untuk memproses produk mulai dari bahan baku sampai menjadi barang jadi yang sudah diap dikirim kepada konsumen.
Adapun gambaran kondisi eksisting di PT. So Good Foof berupa current value stream map yang disimpulkan dari data yang sudah dipaparkan diatas dapat dilihat pada Lampiran 1.
  
2.2        Identifikasi Aktivitas Nilai Tambah
Merupakan waktu yang dapat memberikan nilai tambah bagi konsumen selama proses berlangsung. Adapun value added time untuk setiap proses adalah sebagai berikut:
a.              Persiapan Bahan Baku                 : 3.580 detik
b.             Tempering and Grinding              : 2.039 detik
c.              Mixing                                          : 1.800 detik
d.             Hopping and Metal Detector       : 300 detik
e.              Filler                                             : 1.938 detik
f.              Sortir I                                          : 996 detik
g.             Retort                                           : 3.478 detik
h.             Washing and Drying                    : 2.836 detik
i.               Sortir II                                        : 5.128 detik
j.               Packaging                                     : 2.475 detik
TOTAL                                        : 24.570 detik
            = 6,825 jam
Analisa proses bisnis dalam rangka rekayasa proses bisni pada intinya adalah bertujuan dan berlandaskan pada konsep untuk memberikan nilai tambah pada pelanggan kita lebih dari apa yang dapat diberikan oleh pesaing melalui suatu perbaikan yang radikal terhadap kemampuan yang telah kita miliki dan menciptakan kemampuan baru yang bersifat distinctive.
Terdapat tiga tahap untuk melakukan rekayasa proses bisnis, yaitu :
1.             Identifikasi Value Chain
Pada tahap ini dilakukan identifikasi kegiatan-kegiatan pada setiap fungsi perusahaan yang harus dikakukan oleh perusahaan dalam menjalankan proses bisnisnya. Kegiatan-kegiatan ini merupakan rangkaian kegiatan yang secara bersama akan membentuk suatu kombinasi proses yang dapat memberikan  nilai tambah bagi proses bisnis perusahaan. Besar kecilnya nilai tambah yang diberikan oleh suatu kegiatan pada proses bisnis perusahaan sangatlah bersifat spesifik untuk perusahaan tertentu dan untuk industry tertentu yang sangat tergantung faktor internal perusahaan antara lain strategi bisnis, sumber daya, dan fasilitas produksi yang dimiliki dan visi dari pemimpinnya, serta faktor eksternal antara lain kondisi kompetisi, kondisi indutri, peraturan pemerintah, dan faktor sosial ekonominya.
2.             Tahap analisa setiap kegiatan dalam proses bisnis
Analisa terhadap setiap kegiatan dalam proses bisnis perusahaan dilakukan untuk mengdentifikasi dampak setiap kegiatan dalam menciptakan atau menambah bisnis perusahaan. Dalam tahap analisa dalam proses bisnis ini juga dilakukan identifikasi peluang-peluang untuk melakukan perbaikan dan perancangan ulang proses bisnis agar proses bisnis lebih efisien.
3.             Tahap Perancangan Proses Bisnis yang Baru
Perancangan proses bisnis yang baru dengan memanfaatkan teknologi informasi dalam menambah nilai proses bisnis perusahaan hasil rancangan baru proses bisnis kemudian diimplementasikan dan dilakukan review.

2.3        Identifikasi Pemborosan (Waste)
Terdapat beberapa sumber pemborosan yang terjadi pada proses produksi pembuatan sosis siap makan di PT So Good Food Wonoayu, yaitu:
1.             Defects in Product (Produk Cacat)
Produk cacat terbagi atas dua bagian besar, yaitu produk cacat yang masih bisa diproses ulang (rework) dan produk cacat yang tidak dapat di rework. Produk yang dapat di rework adalah produk second choice dan sisa pasta, sedangkan produk yang tidak dapat diproses ulang adalah produk pecah cooking dan inedible meat.Dalam kasus ini, produk cacat yang tidak dapat dikerjakan ulang harus mendapat porsi perhatian yang lebih karena dapat merugikan perusahaan. Bukan hanya merugikan dengan membuat biaya lebih besar saja, tetapi juga dalam penyimpanan sisa limbah sampingan yang dihasilkannya, seperti tambahan plastik, PVDC, dan material kemasan lain yang akhirnya tidak dapat dipakai lagi.
2.             Waiting People (Menunggu)
Dari hasil pengamatan, terdapat satu orang operator yang melakukan pekerjaan dengan tidak efisien, yaitu operator mesin retort manual. Hal ini dapat diidentifikasi dari banyaknya waktu yang terbuang karena operator menganggur. Setiap satu kali proses memasak operator hanya menyediakan waktu sekitar sepuluh menit untuk memeriksa tekanan pada mesin. Padahal, satu kali proses memasak membutuhkan waktu 45 menit. Berarti dapat disimpulkan ada sisa waktu 35 menit yang tidak digunakan dengan maksimal.
3.             Unnecessary Inventory/Work in Progress (WIP) Queues (Persediaan yang Tidak Perlu)
Dari hasil pengamatan, tidak terlihat ada persediaan yang tidak perlu. Hal ini dapat dilihat dari proses pengambilan bahan baku yang sudah terorganisir dengan baik. Pada pelaksanaannya, setiap permintaan bahan baku, baik itu bahan baku daging dan bahan baku tambahan harus menggunakan suatu formulir permintaan barang dari lantai produksi kepada gudang. Seluruh permintaan hanya dapat dilakukan apabila ada perencanaan produksi dan akan langsung disesuaikan dengan output yang dijadwalkan. Penjadwalan output dapat dilihat pada papan pengumuman produksi sehingga tidak ada persediaan yang berlebihan di lantai produksi.
Namun, masih ada persediaan kemasan yang berlebihan pada area pengemasan. Hal ini disebebkan karena produksi tidak dapat memperkirakan berapa banyak jumlah hasil produksi dalam satu siklus sehingga jumlah kemasan yang dipersiapkan menjadi berlebih. Akibatnya, area pengemasan menjadi penuh oleh toples dan kardus untuk mengemas produk.
Terdapat WIP yang ditumpuk dan belum dapat dikerjakan di bagian tertentu, seperti produk cacat dan hasil produksi sebelum dimasukkan ke dalam mesin retort. Produk cacat perlu menunggu karena harus dikupas ulang supaya dapat dilakukan proses rework. Proses pengerjaan ulang ini dilakukan dengan tenaga manusia. Oleh karena itu, masih terjadi penumpukan produk cacat yang diletakkan dalam beberapa krat untuk diproses ulang.
Sedangkan WIP yang dikumpulkan sebelum memasuki proses retort terjadi karena adanya bottleneck diantara kedua proses ini. Proses retort memakan waktu 45 menit-51 menit, sedangkan proses penumpukan produk (stacking) pada tray membutuhkan waktu singkat. Jadi, WIP harus menunggu proses memasak sebelumnya selesai sebelum dapat melanjutkan ke proses berikutnya. Hal ini menyebabkanbanyak tray yang mengantri di area antara area stacking dan mesin retort.
WIP lain yang harus mengantri sebelum dapat diproses terjadi antara area retort dan pencucian. Diantara kedua area ini terjadi penumpukan WIP sehingga ada banyak trolley yang tidak dapat segera diproses. Berdasarkan hasil pengamatan, terdapat 4-8 trolley setiap proses memasak yang harus menunggu sebelum dapat dicuci. Hal ini terjadi karena ada bottleneck antara proses retort dan pencucian. Apabila terjadi penumpukan lebih dari 8 trolley maka dengan terpaksa proses produksi harus dihentikan sementara (hold). Penghentian produksi dapat membuat kelancaran produksi terganggu dan membuat mesin dan operator yang berada pada area produksi lain menganggur.
4.             Unappropriate Processing (Proses yang Tidak Tepat)
Tidak ada proses yang tidak memberikan nilai tambah pada konsumen dalam pembuatan sosis siap makan ini. Seluruh proses memiliki tujuan dan nilai tambah bagi konsumen. Seluruh tahapan dalam produksi dibutuhkan untuk membuat sosis siap makan supaya dapat melampaui standar kesehatan pangan. Tidak ada proses yang memberikan fitur tambahan yang tidak dibutuhkan konsumen.
5.             Unnecessary Motion (Gerakan yang Tidak Perlu)
Tidak ditemukan gerakan operator yang tidak perlu. Hanya ada operator mesin retort manual yang kurang maksimal pekerjaannya karena memang hanya bertugas untuk mengecek keadaan mesin setiap 5 menit satu kali. Jadi dalam satu kali proses retort operator hanya bekerja secara maksimal selama 10 menit dari 45 menit total proses.
Letak mesin didesain dengan baik sehingga tidak ditemukan letak mesin yang berjauhan. Seluruh mesin terhubung dengan pipa dan conveyor belt sehingga tidak terputus hubungannya antara satu mesin dengan mesin lainnya.
6.             Excessive Transport of Parts (Transportasi Komponen yang Berlebihan)
Seluruh komponen yang dibutuhkan diletakkan dengan baik dan tidak jauh dari proses produksi. Gudang diletakkan disebelah area produksi sehingga memudahkan pekerja untuk mengambil kebutuhan-kebutuhan produksi. Seluruh material seperti bahan baku daging, bahan baku tambahan, dan materialkemasan dipisahkan dan diletakkan berdekatan dengan area yang membutuhkan.
7.             Overproduction (Kelebihan Produksi)
Target produksi yang ditetapkan adalah 10.000 karton/hari. Namun, jumlah produksi selalu melebihi target, yaitu sebanyak 10.500 - 11.500 karton. Seluruh hasil produksi disimpan di dalam gudang dengan suhu ruang selama satu hari kemudian diambil keesokan harinya setiap jam 07.00-08.00 WIB oleh pusat.
Jumlah rata-rata produksi selama bulan November 2014 sebesar 101,734%. Standar yang ditetapkan perusahaan adalah 99,30% output produksi dari total input bahan baku yang masuk. Jadi, dapat disimpulkan bahwa rata-

BAB 3. PERANCANGAN PROSES BISNIS USULAN
3.1        Pemetaan Proses Bisnis Usulan (futurestate)
Dalam future value stream map, terdapat beberapa hal yang diubah untuk membuat proses produksi menjadi lebih efisien, yaitu:
1.             Memberikan pekerjaan ganda bagi operator mesin retort manual untuk membantu proses pencucian supaya trolley tidak mengantri dan pekerjaan yang dilakukan menjadi lebih efisien yaitu dengan mengurangi waktu lead time sebesar 5 menit.
2.             Mengurangi persediaan BBT dan material kemasan dengan cara melakukan pengiriman secara mingguan untuk mengurangi processing lead time sebesar 22 hari dari 28 hari menjadi 6 hari.
3.             Mengganti kemasan inti dengan PVDC Krehalon untuk mengurangi produk cacat pecah cooking sebesar 0,35% dari 0,67% menjadi 0,32%.
4.             Menambah dua plat bidang miring pada conveyor belt process stacking untuk mengurangi produk cacat second choice sebesar 0,25% dari 0,54% menjadi 0,29%.
Memberi krat pada setiap sisi conveyor belt untuk mengurangi produk cacat inedible meat sebesar 0,03% dari 0,07% menjadi 0,04%.

3.2        Metode Pendekatan Rekayasa Proses Bisnis

BAB 4. ANALISIS MODEL
Studi lean manufacturing dengan pendekatan value stream mapping untuk meningkatkan efisiensi banyak digunakan dalam industri otomotif. Namun seiring berjalannya waktu, penelitian penggunaan value stream mapping di berbagai bidang industri lain mulai bermunculan. Sebagai contoh, pada penelitian yang dilakukan oleh Gill (2012), penerapan lean manufacturing pada UGD berhasil menghilangkan pemborosan terutama proses menunggu yang terlalu lama pada proses bisnisnya. Hal ini dapat dilakukan dengan perbaikan intrinsik dan ekstrinsik. Perbaikan diterapkan kepada seluruh lapisan organisasi dan direncanakan degan baik. Begitu pula yang terjadi pada penelitian oleh Chen dan Bo (2010) pada perusahaan-perusahaan yang berada di China. Perusahaan-perusahaan di China yang menggunakan pendekatan value stream mapping berhasil mengurangi ketujuh pemborosan.
Selain itu, keberhasilan penerapan desain value stream mapping juga dibuktikan pada perusahaan pemanas air listrik dan roti. Pada perusahaan pemanas air listrik, future value stream map berhasil digunakan untuk menambah potensial perbaikan pada perusahaan (Turkyilmaz, Gorener, dan Baser, 2013). Perbaikan dilakukan dengan mengeliminasi proses bisnis yang tidak memberikan nilai tambah bagi produk. Hasilnya, lead time dapat berkurang dan kapasitas penggunaan operator menjadi lebih efisien. Sedangkan pada perusahaan roti, desain future value streammap juga dapat meningkatkan throughput produksi dan mengeliminasi pemborosan (Goriwondo, 2011).
Pemborosan yang terjadi pada perusahaan roti di Zimbabwe ini, serupa dengan pemborosan yang ada di PT.So Good Food Wonoayu, yaitu produk cacat dan inventori yang berlebihan. Kedua pemborosan ini diperbaiki dengan mengurangi proses bottleneck dan membuat produksi menjadi proses yang kontinyu supaya tidak ada inventori barang setengah jadi. Pendekatan perbaikan ini juga dipakai dalam penelitian yang dilakukan penulis untuk mengurangi pemborosan yang serupa. Hasilnya, processing lead time dapat berkurang sebanyak 22 hari dan lead time dapat berkurang sebanyak 5 menit untuk setiap satu shift produksi.
Dari seluruh penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa penggunaan lean manufacturing dengan pendekatan value stream mapping dalam proses bisnis dapat menurunkan tingkat pemborosan yang termasuk kedalam tujuh jenis pemborosan, meningkatkan aktivitas produksi dalam rangka untuk menambah nilai di mata konsumen, serta memperbaiki sistem produksi dan kinerja operator. Pada penelitian terdahulu sudah dibuktikan bahwa lean manufacturing dengan pendekatan value stream mapping dapat berhasil dilakukan di berbagai bidang bisnis, seperti bidang otomotif, kesehatan, dan makanan. Jadi, perancangan value stream mapping pada produksi sosis siap makanmemiliki relevansi yang tinggi dengan peningkatan efisiensi produksi di PT.So Good Food Wonoayu.

BAB 5.KESIMPULAN
Dari hasil analisis menggunakan pendekatan value stream mapping, dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu:
1.      Proses bisnis yang dilakukan PT.So Good Food Wonoayu berfokus hanya pada produksi dan pengontrolan kualitas. Proses produksi dalam pembuatan sosis terbagi menjadi sepuluh tahapan utama, yaitu persiapan bahan baku, penggilingan (grinding), pencampuran (mixing), deteksi metal dan penampungan (metal detector and hopping), filler, sortir I, retort, pencucian dan pengeringan (washing and drying), sortir II, serta pengemasaan (packaging). Sedangkan pengontrolan kualitas dilakukan pada beberapa tahap produksi saja, yaitu pemeriksaan bahan baku, sortir I, sortir II dan packaging.
2.      Terdapat dua varian sosis So Nice yang diproduksi oleh PT.So Good Food Wonoayu yaitu So Nice ayam dan So Nicesapi. Kedua varian ini melalui tahapan proses yang sama sehingga dapat dikategorikan kedalam product family yang sama.
3.      Terdapat empat sumber utama pemborosan dalam proses produksi sosis siap makan di PT.So Good Food Wonoayu, yaitu produk cacat (pecah cooking, second choice, inedible meat, dan sisa pasta), waiting people, WIP queues, dan overproduction. Dari keempat sumber pemborosan ini, hanya pemborosan overproduction yang sudah ditangani dengan baik.
4.      Berdasarkan hasil pemetaan menggunakan current value stream mapping dan future value stream mapping, ditemukan bahwa:
a.       Terjadi pengurangan processing lead time.
b.      Terjadi pengurangan lead time.
c.       Terjadi perubahan waktu pengiriman bahan baku tambahan oleh PT. XYZ dari bulanan menjadi mingguan.Terjadi perubahan pengiriman material kemasan oleh PT. ABC dari bulanan menjadi mingguan.

DAFTAR PUSTAKA
Kukuh, Aurelia. 2015. Analisa Proses Bisnis Dengan Pendekatan Value Stream Mapping: Studi Kasus Pada Pt So Good Food.Surabaya. http://studentjournal.petra.ac.id


LAMPIRAN

Rancangan Design Konveyor untuk mengurangi sosis rusak karena jatuh / bengkok

3 comments:

  1. Merkur 37C Safety Razor Review – Merkur 37C
    The Merkur https://deccasino.com/review/merit-casino/ 37c is an excellent short handled 바카라 사이트 DE safety razor. herzamanindir.com/ It is more kadangpintar suitable for both heavy and non-slip hands and is therefore https://jancasino.com/review/merit-casino/ a great option for experienced

    ReplyDelete